Puisi Bagus Bageni untuk Nandang Aradea

Date:

REK: CATASTROPHE

Untuk Nandang

adalah  sebongkah tanah  dan rumpun bambu yang tumbuh di otakmu
tubuh itu mengolah lahar dan badai dalam darah untuk merancang sebuah pertunjukan
tak ada jeda untuk tawa, selain segaris senyum ketika kau memakan yang diyakini itu pisang raja
(rek, aku mengenal tubuhmu melebihi tubuhku sendiri)

REK: CATASTROPHE

Untuk Nandang

adalah  sebongkah tanah  dan rumpun bambu yang tumbuh di otakmu
tubuh itu mengolah lahar dan badai dalam darah untuk merancang sebuah pertunjukan
tak ada jeda untuk tawa, selain segaris senyum ketika kau memakan yang diyakini itu pisang raja
(rek, aku mengenal tubuhmu melebihi tubuhku sendiri)

di rabu yang gerimis  kita masih mengkontruksi gagasan tentang kedalaman laut dan ketinggian gunung, tentang tokyo yang musim dingin “ tak ada bunga sakura”. tapi  aku melihat bunga sakura itu mulai mekar di dalam matamu. dan tubuhmu terkulai terbaring di balai bambu yang dingin, selepas hujan. seketika kau terbangun meronta melawan sakit, dan darah menggenang dalam otakmu.

di ruang yang angkuh dan dingin, di antara mesin yang memompa darah dan paru-paru untuk sepenggal nafas yang bersikeras menjemput sebuah dunia, setelah para  medis memintaku untuk memutuskan sebuah pilihan, kita tak pernah menghentikan percakapan meski lewat sunyi. “aku adalah bambu yang tak akan pernah rapuh, aku adalah sebongkah tanah yang akan terus tumbuh menjadi gunung” ujarmu.

di sabtu sore yang pasi, kau berbicara lewat tubuh penuh selang mesin yang berkerja.
tubuhmu menari-nari di atas sprai putih yang meruntuhkan daya hidup, menggenang kematian .
“rek, dunia menanti pertunjukan kita, kau hadir di tokyo” ujarku.

tubuhmu terus menari, menari seakan menyampaikan salam terakhir untukku
dalam tarian itu aku cukup mengenal ketangguhan semangatmu….

(selamat jalan, berbahagialah dalam keabadian di peristirahatan terakhirmu, rek…)

Oktober 2013

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Hikayat Secangkir Kopi

(Untuk Edi) Matahari sudah tinggi. Bangunlah,...

Wajah Waktu

  Kau kah itu yang mengetuk-ngetuk daun pintu waktuku...

Selamat Menghardik

Seraya menengadahkan tanganKomat-kamit permintaan tercurah dengan raut pasrah ...

Nusantara

Tanah retak-retak ini Tempatku diejek matahari ...