Serang – Aksi unjuk rasa menyoal sengkarut Bank Banten kembali disuarakan mahasiswa, Kamis, 18 Juni 2020.
Kali ini giliran Aliansi Mahasiswa Peduli Banten (Amuba) menggelar aksi unjuk rasa di Pendopo Gubernur Banten, Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kecamatan Curug, Kota Serang.
Dalam aksinya mahasiswa menuding kepemimpinan Wahidin Halim alias WH dan Andika Hazrumy gagal memimpin Banten. Salah satu alasannya proses merger Bank Banten ke Bank BJB dilakukan secara ugal-ugalan.
Amuba terdiri dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Serang, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Serang, Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Serang (PP-Hamas) serta Keluarga Mahasiswa Tirtayasa (Kamayasa Serang-Bandung).
Selain berorasi, mereka juga membakar ban serta menaburkan bunga sebagai simbol gagalnya kepemimpinan WH- Andika dalam memimpin Provinsi Banten.
Dalam orasinya Ketua Umum PP Hamas M. Busairi mengatakan, selama kepemimpinannya, WH-Andika tidak pernah punya itikad baik melakukan penyelamatan terhadap Bank Banten sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 tahun 2013.
Alih-alih melakukan penyelamatan, WH-Andika malah membunuh Bank Banten dengan melakukan merger.
“Sudah jelas gubenur tidak pernah menyertakan modal selama ini. Sesuai amanat Perda Namun malah melakukan merger pada Bank Banten terlebih di tengah pandemi,” teriaknya.
Menurutnya, gubernur Banten sebagai pimpinan harus mampu memperjuangkan salah satu aset yang menjadi simbol perekonomian.
“Kalau gubernurnya gagal mempertahankan (Bank Banten) siapa lagi? Kalau tidak mampu, jelas itu bentuk kegagalan,” katanya.
Senada, Ketua Umum HMI cabang Serang Faisal Dudayef Payumi Padma saat diwawancarai awak media meminta WH-Andika menjelaskan ke publik atas kekisruhan yang diakibatkan dari merger Bank Banten ke Bank BJB.
“Kami meminta gubernur Banten segera menjelaskan secara terbuka kepada masyarakat atas kekisruhan yang bermula dari Merger Bank Banten dan Bank BJB,” katanya.
Kata dia, proses merger Bank Banten dilakukan di tengah pandemi Covid-19, membuat masyarakat terganggu, karena berdampak pada banyak aspek perekonomian dan utamanya di internal pemerintahan.
“Satu lagi. Gubernur harus minta maaf kepada masyarakat Banten. Seharusnya di tengah wabah pemimpin memberikan ketenangan tapi malah sebaliknya,” tutupnya
Editor: Darussalam Jagad Syahdana