Ziarah dan Sejarah Terus Mengalir di Masjid Kali Pasir

Date:

Jika melihat riwayat—baik yang tertulis maupun cerita yang berkembang di masyarakat Tangerang—Masjid Kali Pasir, pada jaman pendiriannya dulu, bukan hanya sekadar tempat ibadah dan syiar agama. Lebih dari itu, Masjid Kali Pasir juga mewarnai terjadinya akulturasi budaya, juga saksi perjuangan anak bangsa melawan penjajahan bangsa Asing.

Namun, di balik kebesaran nilai sejarah yang dimiliki Masjid Kali Pasir, saat ini, generasi sekarang tak banyak yang mengetahui atau berminat untuk mengetahuinya. Hanya sekelompok orang peminat ziarah—selain masyarakat setempat—yang menunjukan ketertarikan mereka ke Masjid Kali Pasir. Hanya di tangan mereka, sejarah hingga kini terus mengalir di Masjid Kali Pasir.

Masjid ini, diyakini berdiri pada tahun 1700. Letaknya sekitar satu kilometer di belakang Masjid Agung It-Tihad, tepatnya di Kali Pasir, RW 04, Kota Tangerang, Banten.

“Informasi yang saya dapat dari Pemkot Tangerang, masjid ini berdiri pada tahun 1700-an. Tapi kami belum yakin. Pasalnya, pernah  ada salah seorang pengurus masjid yang melihat angka ‘1615’ di bawah kubah masjid ini,” kata ketua DKM Masjid Kali Pasir H. Achmad Syairodji.

Tentang informasi penemuan angka 1615 di kubah Masjid Kali Pasir, jika merunut sejarah dari beberapa literatur (Sejarah Pembentukan Tangerang, Edi S Ekadjati), sangat mungkin sekali Masjid ini berdiri sebelum tahun 1700, atau persisinya sebelum Kompeni melakukan penguasaan terhadap wilayah Tangerang.

Mengingat sejak tahun 1652, terjadi peningkatan pasukan Kesultanan Banten, setelah Belanda mencoba menguasai  sebagian wilayah Banten (Tangerang). Sejak saat itu pula diceritakan sejumlah pertempuran hebat terus terjadi di wilayah Tangerang. Hingga akhirnya Tangerang dalam penguasaan Belanda.

Jadi, melihat refresifitas Belanda saat itu, sangatlah tidak mungkin Belanda membiarkan lumbung tempat bibit-bibit perjuangan yang dapat mengancam kedaulatannya dibiarkan berdiri.

H. Achmad Syairodji menuturkan, ia sudah menetap di Kali Pasir sejak 1950. Pihaknya bersama warga senantiasa memusatkan perhatian pada keaslian bagunan. Terbukti, masjid yang dipercaya memiliki umur lebih dari tiga abad ini masih menjaga beberapa elemen bangunan yang sangat berumur.
 
“Seperti empat tiang penyangga ini, dari awal masjid ini ada kami tetap merawatnya,” kata Syairodji.
 
Empat tiang masjid yang terbuat dari kayu itu memang terlihat sudah lapuk dimakan usia. Sudah tidak berbentuk kayu utuh, karena sudah rapuh dan termakan rayap di beberapa bagian. Untuk penompang, pengurus masjid menjaga masing-masing tiang dengan besi penyanggah yang dicat berwarna emas.
 
Peninggalan lain yang masih utuh adalah di ujung genteng masjid. Di situ ada kubah yang tidak terlalu tinggi, namun cukup menggambarkan suasana saat masjid itu berdiri.

“Kubah itu tidak besar, namun sangat khas dengan ukiran menyerupai bunga teratai bangsa Cina,” ujar Syairodji.
 
Pria yang sudah lebih dari sembilan tahun dipercaya sebagai Ketua DKM berkeyakinan, kalau pada jamannya, Masjid Kali Pasir ini ada disaat wilayahnya bermayoritas dipenuhi kaum pecinaan.  Selain berfungsi sebagai rumah ibadah kaum muslim, Syairodji bercerita kalau masjid itu pernah dijadikan dapur umum saat penjajahan bangsa Belanda dulu.

“Makanya, masjid ini sangat tua untuk menjadi saksi sejarah,” ungkapnya.
 
Saat ini, Masjid yang berada ditengah pemukiman warga itu tidak pernah digunakan untuk sholat Jumat lagi. Hadirnya Masjid Agung At-Tihad menggantikan peran Masjid Kali Pasir dan  beberapa masjid mungil yang ada disekitarnya .
 
Dua makam yang ikut mengiringi sejarah masjid tertua di Tangerang
 
Perjalanan sejarah Masjid Kali Pasir juga ternyata tidak hanya sebatas pada bangunan masjid saja. Menurut Syairodji, ada dua makam tua yang berada persis di depan masjid yang memiliki kaitan erat dengan perjalanan masjid.
 
Syairodji menceritakan, banyak peziarah yang datang dari luar Tangerang ataupun Banten ke Masjid Kali Pasir. Peziarah seperti dari Cirebon berkeyakinan, kalau dua makam tua yang lebih tinggi karena tumpukan tua batu kali itu adalah makam dari keturunan Sunan.
 
“Setiap peziarah yang datang percaya, kalau yang dikuburkan dalam makam itu adalah salah seorang keturunan Sunan yang menyebarkan Islam dari Cirebon, Tangerang, lalu terus ke Banten,” ceritanya.
 
Zaman dulu, Syairodji bercerita kalau penyebar Islam itu sempat bersinggah di kawasan Tangerang melalui jalur air. “Karena rute mereka ziarah itu selalu disarankan ke Kali Pasir dulu, baru ke Banten Lama, kemudian ke Cirebon,” katanya.(Rus)
 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mengungkap Sebab Kantor Dagang VOC Pertama di Indonesia Didirikan di Banten

Berita Banten - Kapal-kapal dagang Belanda untuk pertama kalinya...

Hujan Mulai Basahi Bumi Banten, Pemprov Bersiap Percepat Musim Tanam Padi

Berita Banten - Pemerintah Provinsi atau Pemprov Banten bersiap...

Menyibak Masa 1696 di Jakarta; Warganya Telah Melek Aksara dan Banten Jadi Penyuplai Buku-buku Agama

Berita Banten - Ahkmat bin Hasba, seorang ulama menyampaikan...

Banteng Banten dalam Kisah Perempuan yang Ambisius Duduki Tahta Kerajaan

Berita Banten - Kronik sejarah Banten tak melulu mengisahkan...