Ki Jongjo; Tokoh Menentukan Penguasaan Islam di Banten

Date:

 

Banten Girang dan Gunung Pulosari merupakan dua titik sentral dalam kronik sejarah Banten. Bahkan, Gunung Pulasari merupakan gunung keramat kerajaan Banten Girang, sehingga penting bagi Sunan Gunung Jati dan anaknya Hasanudin untuk menaklukkannya secara batin negeri yang mereka incar sebelum merebutnya secara militer.

Banten Girang diketahui merupakan pusat Kerajaan Sunda di bawah kekuasaan Sriwijaya yang didirikan tahun 932, tepat di wilayah Kerajaan Tarumanegara yang punah lebih dari dua setengah abad sebelumnya. Banten  Girang merupakan pusat ibu kota Kerajaan Sunda itu. Berbarengan dengan membangun pusat kerajaan, mereka membangun sebuah Candi Siwa di atas Gunung Pulosari. 

BACA JUGA : Perang-perang di Banten Girang dan Pengaruhnya

Banten Girang terletak di pinggiran Kota Serang, kira-kira tiga kilometer di selatan Kaujon, pusat kota lama Serang. Kota ini berkembang mulai paro pertama abad ke-19, setelah orang Belanda menjadikannya pusat pemerintahan daerah itu dengan maksud melenyapkan arti politik Banten.

Di tempat ini dapat kita temui dua makam keramat yang diyakini warga setempat sebagai makam kakak beradik Ki Jong dan Agus Jo, penduduk asli Bante Girang yang pertama kali masuk Islam dan menjadi pengikut setia Hasanudin, Raja Islam pertama di Banten.

Dalam buku Banten Sebelum Zaman Islam; Kajian Arkeologi di Banten Girang 932?-1526 yang disusun Claude Guillot, Lukman Nurhakim, dan Sonny Wibisono disebutkan, dua tokoh Ki Jong dan Agus Jo dimungkinkan merupakan satu orang tokoh yakni Ki Jongjo. Namun, arkeolog dari Arkeologi Nasional Tubagus Najib berpendapat Ki Jong, Agus Jo, dan Ki Jongjo merupakan sosok yang berlainan.

Menurut Tubagus Najib, Ki Jongjo merupakan orang kedua di Kerajaan Pajajaran yang memeluk Islam. Melalui Ki Jongjo ini, Hasanudin melakukan misi mengislamkan raja Pajajaran saat itu. 

“Salah besar kalau penaklukkan Pajajaran oleh Hasanudin dilakukan dengan peperangan. Melalui Ki Jongjo, Hasanudin mengajak Raja Pajajaran yang tak memiliki mahkota yakni Pucuk Umun untuk masuk Islam,” terang Tubagus Najib dalam sebuah wawancara dengan Banten Hits, Senin (12/9/2016).  

Misi mengislamkan Pucuk Umun yang dilakukan Hasanudin dan Ki Jongjo ternyata gagal. Dalam cerita masyarakat disebutkan, Pucuk Umun menghilang setelah kalah adu kesaktian dengan Sultan Hasanudin.

Kembali ke sosok Ki Jongjo, Guillot, Claude Guillot, Lukman Nurhakim, dan Sonny Wibisono mengungkapkan, sosok Ki Jongjo merupakan tokoh yang terkenal karena namanya berulang-ulang disebut dalam Sajarah Banten yang versi tertuanya disusun kurang dari satu abad setelah Ki Jongjo meninggal pada pertengah abad ke-16.

“Naskah SB (Sajarah Banten) menempatkan seorang mahapatih legendaris (Ki Jongjo) sebagai pendamping pendiri wangsa (Islam di Banten, Hasanudin),” tulis mereka.

Keterangan di nanskah Sajarah Banten ini didukung oleh pernyataan penulis kronik Barros soal perebutan Banten Girang oleh kaum Muslim. Menurutnya, untuk melaksanakan rencana pengislaman, Sunan Gunung Jati dan Sultan Hasanudin pergi ke Bintam (Banten Girang), ibukota Sunda. Di sana dia diterima oleh tokoh terkemuka dari kota itu. Tokoh itu masuk Islam dan banyak memudagkan usaha pengislaman.

Beberapa waktu kemudian–sesudah kota diduduki bala tentara Muslim dari Demak, pada tahun 1526 – 1527–Hasanudin sebagai penguasa Baru Banten Girang, tidak melupakan bantuan yang diberikan Ki Jongjo kepadanya. Hasanudin mengangkat Ki Jongjo menjadi mahapatih atau tumenggung.

Melalui Ki Jongjo juga bala tentara Banten berhasil merebut Pakuan, ibukota Kerajaan Pajajaran pada pertengahan abad ke-16 melalui bantuan salah seorang saudara Ki Jongjo yang namanya tidak dikenal yang sakit hati tidak mendapat kenaikan pangkat atau pemberian gelar dari raja Pajajaran saat itu. Dia memutuskan mengkhianati rajanya dan membiarkan bala tentara Banten masuk ke benteng Pakuan.

Karena jasanya ini, Ki Jongjo disebut sebagai tokoh yang menentukan pada masa awal sejarah wangsa Muslim di Banten.

Terkait kuburan Ki Jongjo di Situs Banten Girang, Tubagus Najib menjelaskan, kesimpulan makam tersebut adalah makam Ki Jongjo adalah kesimpulan sejarah. Penelitian arkeologi untuk menentukan siapa yang dikuburkan di tempat itu belum dilakukan…..

 

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mengungkap Sebab Kantor Dagang VOC Pertama di Indonesia Didirikan di Banten

Berita Banten - Kapal-kapal dagang Belanda untuk pertama kalinya...

Hujan Mulai Basahi Bumi Banten, Pemprov Bersiap Percepat Musim Tanam Padi

Berita Banten - Pemerintah Provinsi atau Pemprov Banten bersiap...

Menyibak Masa 1696 di Jakarta; Warganya Telah Melek Aksara dan Banten Jadi Penyuplai Buku-buku Agama

Berita Banten - Ahkmat bin Hasba, seorang ulama menyampaikan...

Banteng Banten dalam Kisah Perempuan yang Ambisius Duduki Tahta Kerajaan

Berita Banten - Kronik sejarah Banten tak melulu mengisahkan...