Relief Sam Kok dan Cerita yang Hilang di Museum Benteng Heritage

Date:

Bagi Anda yang pernah berkunjung ke Museum Benteng Heritage di Jalan Cilame, Kawasan Pasar Lama, Kota Tangerang, pasti pernah terbersit pertanyaan tentang siapa sesungguhnya pemilik tiga rumah–yang dua rumah di antaranya–saat ini dijadikan Museum Benteng Heritage?

(BACA JUGA: Yuk, Ajak Anak Berwisata Budaya di Museum Benteng Heritage)

Misteri inilah yang hingga kini masih terus digali oleh pendiri Museum Benteng Heritage, Udaya Halim. Hasil riset yang dilakukan Udaya Halim dari mulai di dalam hingga ke luar negeri untuk mengungkap utuh tentang bangunan itu, untuk sementara berhenti pada kesimpulan; bangunan tua berarsitektur tradisional Tionghoa ini diduga dibangun pada sekitar abad ke-17.

“Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti siapa pemilik sesungguhnya dari rumah ini. Kami pernah mencoba menelusuri tapi belum berhasil,” ungkap salah seorang pemandu di Museum Benteng Heritage.

Menurut pemandu tersebut, bangunan tua itu dulunya ditinggali oleh masyarakat sekitar. Kondisi bangunan sebelum dijadikan museum pun sangat memprihatinkan dan sangat tidak terawat. Pada November 2009, Udaya Halim membelinya karena merasa bangunan tersebut merupakan situs budaya yang memiliki nilai historis yang tinggi.

Karena sebagian bangunan sudah lapuk di makan usia, Udaya Halim kemudian memutuskan untuk melakukan restorasi dengan sebelumnya melakukan riset hingga ke negeri orang, serta melakukan kajian-kajian budaya agar restorasi yang mereka lakukan nantinya tidak akan merusak keaslian bangunan itu sendiri. Proses ini memakan waktu selama dua tahun.

“Walaupun direstorasi tapi tetap mempertahankan bentuk dan bahan asli bangunan,” kata pemandu.

Setelah proses restorasi selesai, akhirnya pada 11 November 2011 pukul 20.11, Museum Benteng Heritage pun diresmikan.

Jejak Triad pada Relief Sam Kok

Kembali ke pertanyaan siapa sesungguhnya pemilik rumah yang kini dijadikan Museum Benteng Heritage?

Di lantai dua Museum Benteng Heritage, satu-satunya petunjuk mengenai siapa pemilik rumah itu ada pada relief Sam Kok, sebuah roman klasik Tionghoa yang menceritakan tentang tiga kerajaan hasil pemecahaan dari Tionghoa.

Kondisi relief itu masih 95 persen asli. Relief terbuat dari keramik yang diperkirakan berasal dari Abad ke-18. Sebelum museum ini direstorasi, kata Suci, kondisi relief ini sangat menyedihkan. Relief ini setelah dibersihkan dengan susah payah, akhirnya ditemukan bentuk aslinya dengan warna-warna yang masih menyala.

“Rumah yang dilengkapi dengan relief Sam Kok bukanlah rumah biasa,” kata pemandu.

Dijelaskan pemandu di Benteng Heritage, menurut kisah Sam Kok, ada tiga orang yang mengikrarkan janji setia kawan. Maka kemudian, relief Sam Kok merupakan simbol bagi anggota “triad” atau “mafia” dalam arti persekutuan dagang.

“Melihat (relief) itu, bisa saja rumah ini duilu pernah ditempati oleh anggota triad. Namun, hingga saat ini kami masih menelusuri untuk memastikan siapa pemilik awal rumah ini. Yang jelas kami sangat yakin rumah ini bukan rumah biasa,” jelasnya.

Jumlah Bangunan Tua tak Pernah Terdata

Selain menelusuri pemilik rumah yang kini menjadi Museum Benteng Heritage, pekerjaan rumah terbesar bagi mereka yang berkeinginan menjadikan Kawasan Pasar Lama sebagai pusat budaya adalah melakukan inventarisasi rumah-rumah tua di kawasan tersebut. Karena hingga saat ini, inventarisasi itu belum pernah dilakukan.

“Kami belum mengetahui berapa jumlah rumah-rumah tua di kawasan (Pasar Lama) ini,” jawab pemandu ketika penulis bertanya tentang jumlah bangunan-bangunan yang masih asli di Kawasan Pasar Lama.

Rumah tua yang dimaksud suci, secara visual gampang dikenali. Bagian atap rumah berbentuk menyerupai pelana kuda.

Saat penulis melakukan kunjungan ke Benteng Heritage, bangunan-bangunan di sekitarnya sudah banyak yang berubah dijadikan toko dengan bentuk modern. Meski demikian, beberapa bangunan masih terlihat seperti bentuk asli rumah tua yang dimaksud.

Untuk mendapatkan kesimpulan yang menyeluruh tentang jejak peradaban tua di Museum Benteng Heritage atau di Kawasan Pasar Lama secara keseluruhan, diperlukan riset dan kajian-kajian mendalam yang dilakukan sinergis antara pegiat budaya dan pemerintah setempat. Mereka yang ingin bicara tentang budaya, niscaya tak bisa melepaskan dari sejarah yang harus diceritakan secara utuh tentunya…

Author

  • Darussalam J. S

    Darusssalam Jagad Syahdana mengawali karir jurnalistik pada 2003 di Fajar Banten--sekarang Kabar Banten--koran lokal milik Grup Pikiran Rakyat. Setahun setelahnya bergabung menjadi video jurnalis di Global TV hingga 2013. Kemudian selama 2014-2015 bekerja sebagai produser di Info TV (Topaz TV). Darussalam JS, pernah menerbitkan buku jurnalistik, "Korupsi Kebebasan; Kebebasan Terkorupsi".

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mau Tahu Ragam Produk Batik Khas Kota Tangerang? Datanglah ke Kampung Batik Kembang Mayang!

Berita Tangerang - Bagi Anda yang ingin mengetahui ragam...

Mengenal Golok Sulangkar Khas Baduy yang Mematikan: Hanya Bisa Dimiliki ‘Orang-orang Terpilih’

Lebak- Kekayaan alam dan budaya baduy memang seksi untuk...

Akhir Pekan Ala Aleg PKS Banten, Blusukan ke Wilayah Pelosok Lebak hingga Turun Ronda

Lebak- Iip Makmur, Anggota DPRD Provinsi Banten memutuskan untuk...

KPJ Rangkasbitung Rilis Lagu saat Pandemi Corona, Judulnya ‘Jangan Mudik Dulu’

Lebak- Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung merilis sebuah lagu...