Slamet Riyadi, Menggerakkan Industri Kreatif dengan Filosofi

Date:

Waktu tidak akan pernah pernah mau mengulang atau menunggu. Karenanya, merugilah orang-orang yang menyia-nyiakannya. Filosofi waktu itu sepertinya dimafhumi betul oleh Slamet Riyadi, seorang korban PHK yang kini menjadi penggerak industri kreatif di tempat tinggalnya, Jalan Hasyim Ashari, Gang Kemuning, No. 17, RT 001/05, Kelurahan Sudimara Pinang, Kecamatan Pinang, Kota Tangerang.

Sadar usianya menjelang senja, Slamet Riyadi tak ingin menghabiskan waktu dengan menunggu. Dia pun menghimpun lansia-lansia di sekitar rumahnya untuk bergabung dalam UKM Lumintu yang mendaur ulang limbah menjadi karya tangan yang berharga. 

Lumintu merupakan kependekan dari lumayan itung-itung nunggu tutup usia. Tempat ini merekrut masyarakat sekitar yang sudah lanjut usia. Terhitung sudah 40 Lansia yang menganyam di usaha yang berdiri sejak tahun 1998 ini.

Usaha ini dimulai dari keterpurukan Slamet Riyadi setelah di-PHK salah satu SPBU di Jakarta. Sampai suatu saat Slamet berinisiatif untuk membuat kerajinan berbahan dasar limbah. Inisiatif tersebut dilakukan atas dasar kepekaan Slamet melihat banyak limbah almunium  yang tidak terpakai di sebuah pabrik. 

Slamet pun menjual produknya dengan cara berkeliling ke berbagai tempat. Lambat laun usaha Slamet berkembang dan mulai terkenal. Slamet pun merekrut beberapa lansia yang biasa menganyam.

Ada berbagai macam barang yang dijual Lumintu, di antaranya tiker, tas, dompet dan sebagainya. Beberapa barang ini dibuat dari berbagai macam bahan, seperti dari limbah kain, plastik, maupun alumunium.

Aulia (30), anak sekaligus asisten Slamet di Lumintu menjelaskan, masyarakat lansia yang ada di sekitar menyambut antusias keberadaan usaha ini. Tak jarang para lansia merasa gundah ketika penjualan sepi. Bukan karena uang, melainkan menjadi berkurangnya kegiatan menganyam yang dilakukan.

“Kalo lagi pada rame, pada berebutan yang mau ngerjainnya. Kadang malah ada yang gak kebagian ngerjain. Kadang para lansia malah gelisah sendiri kalo gak ada kerjaan. Soalnya kan jadi gak ada kegiatan,” kata Aulia.

Produk yang dibuat para lansia di Lumintu ini, dijual hingga ke manca negara, seperti Shanghai dan Belanda. Aulia juga memberi sedikit bocoran mengenai omzet yang didapat dalam menjual produk Lumintu yang mencapai puluhan juta.

“Kalo omzet, tergantung sih. Kalo rame bisa nyampe puluhan juta. Waktu pesanan untuk ke Shanghai aja bisa dapet sekitar 60 juta,” jelas Aulia.

Aulia berharap, masyarakat tidak malu menggunakan produk daur ulang. Karena, selain dapat tampil beda, produk daur ulang juga membantu mengurangi sampah yang menjadi masalah utama di perkotaan yang belum terselesaikan. Ia juga berharap, pemerintah lebih menghargai produk-produk dalam negeri agar industri dalam negeri dapat meningkat.

“Harapan saya ke depannya, masyarakat mau atau tidak malu untuk menggunakan produk daur ulang. Karena, dengan adanya produk daur ulang bisa membantu mengurangi sampah yang ada. Selain itu, pemerintah juga jangan cuma kampanye teriak-teriak ke masyarakat untuk gunain produk dalam negeri, tapi juga mempraktikannya,” ucap Aulia.(Rus)

 

Author

Terpopuler

Share post:

Berita Lainnya
Related

Mengenal Ratu Adzra Salsabilah, Anak Berkebutuhan Khusus dengan Prestasi Gemilang

  Lebak- Keterbatasan tidak menyurutkan semangat Ratu Adzra Salsabilah dalam...

Jabat Sekwan DPRD Lebak; Lina Budiarti All Out Dukung Tugas Para Wakil Rakyat

Lebak- Sekretariat DPRD Kabupaten Lebak resmi memiliki sosok pimpinan...

Cerita Kelam JB, Ayah Bupati Lebak Pernah Diteror Rentenir hingga Berjualan Ikan Asin

Lebak- Siapa yang tak kenal dengan Mulyadi Jayabaya. Namanya...